Penambang Pasir Ilegal di Bukit Tengkorak Masih Beroperasi, LSM Minta segera Dihentikan
BATAM, Parawarta.com – Meskipun Pemerintah Kota Batam melarang, aktivitas penambangan pasir ilegal di wilayah Bukit Tengkorak, yang dekat dengan Markas Polda Kepri, terus berlangsung tanpa henti.
Penambangan pasir ilegal ini mengakibatkan kerusakan parah pada lingkungan hutan. Bukit yang terkikis menggunakan semprotan air kini berubah menjadi kolam yang berlumpur akibat proses pengikisan, membuat area tersebut rawan longsor.
Kondisi ini menarik perhatian berbagai pihak, termasuk Khoirul dari LSM Fakta Hukum. Ia sangat menyayangkan dampak yang ditimbulkan oleh para pelaku penambangan pasir ilegal yang telah merusak kelestarian bukit dan hutan di wilayah tersebut.
“Saya meminta aparat penegak hukum, khususnya Ditkrimsus Polda Kepri bersama Ditpam BP Batam dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), segera turun ke lokasi dan menindak tegas para pelaku yang merusak kelestarian lingkungan hutan di Bukit Tengkorak. Ini adalah kejahatan yang tidak boleh dibiarkan,” ujar Khoirul, Selasa (12/11).
“Jika tidak ada tindakan, kami akan mengirim surat ke Dirjen Kehutanan KLHK, Polda Kepri, Pimpinan Ditpam Batam, dan Gakkum Batam untuk menjaga kelestarian lingkungan hutan,” tambahnya.
Sebelumnya, Polda Kepri telah beberapa kali menertibkan tambang pasir ilegal di berbagai wilayah Batam dan memberikan imbauan larangan kepada para pelaku.
Namun, pemilik tambang di Bukit Tengkorak tampaknya mengabaikan peringatan dan larangan dari aparat.
Menurut pantauan di lokasi, terlihat beberapa pekerja sedang mengikis bukit dan memuat pasir ke dalam truk. Alat mesin Dompeng juga digunakan untuk menyedot pasir dari tanah bukit, dan pasir ditumpuk sebelum dimuat ke truk.
Menurut informasi, kegiatan ini dipimpin oleh seseorang berinisial AJ, namun pihak terkait enggan memberikan komentar.
Aktivitas tambang pasir ilegal ini terus beroperasi meskipun telah dilaporkan oleh sejumlah media.
Tambang ini melanggar Peraturan Wali Kota Batam No. 2 Tahun 2004 yang menetapkan Batam bukan sebagai kawasan pertambangan, serta melanggar UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Setiap pihak yang terlibat dalam pengolahan, pengangkutan, atau penjualan mineral tanpa izin dapat dipidana hingga 5 tahun penjara dan denda Rp100 miliar. Pelanggaran izin dan dampak lingkungan bahkan dapat dipidana hingga 10 tahun penjara.