PARAWARTA.com – Bea Cukai berhasil menggagalkan penyelundupan benih lobster di perairan Pulau Topang, Kabupaten Meranti, pada Senin (2/9). Operasi ini melibatkan Direktorat Penindakan dan Penyidikan (P2) Bea Cukai, KPU Bea Cukai Batam, Pangkalan Sarana Operasi (PSO) Bea Cukai Batam, Kanwil Bea Cukai Kepulauan Riau, dan Batalyon Infanteri 10 Setokok, Batam. Mereka menindak kapal berkecepatan tinggi tanpa nama yang mengangkut 275.000 benih lobster.
Kepala Bimbingan Kepatuhan dan Layanan Informasi KPU Bea Cukai Batam, Evi Octavia, menyatakan pada Selasa (3/9) bahwa penindakan ini berawal dari informasi masyarakat tentang adanya kapal cepat yang diduga akan menyelundupkan benih lobster ke Malaysia tanpa dokumen resmi.
Tim Patroli Laut dari Bea Cukai, yang terdiri dari Satuan Tugas (Satgas) Patroli KPU Bea Cukai Batam dengan tiga kapal patroli (BC10029, BC11001, dan BC7004) dan Satgas Patroli Kanwil Bea Cukai Kepri dengan dua kapal patroli (BC8005 dan BC15041), kemudian mengejar dan memperingatkan kapal tersebut untuk berhenti. Namun, kapal tersebut melakukan perlawanan dan menabrak, hingga akhirnya kandas di hutan bakau Pulau Topang, Kabupaten Kepulauan Meranti.
Kapal berhasil diamankan, namun awak kapal melarikan diri dan tidak ditemukan. HSC dan barang bukti kemudian dibawa ke Dermaga Bea Cukai Tanjung Uncang untuk pemeriksaan lebih lanjut, yang mengungkapkan bahwa kapal tersebut membawa 39 boks berisi 250.000 benih lobster pasir dan 25.000 benih lobster mutiara, dengan potensi kerugian negara sebesar 28,75 miliar rupiah.
Benih lobster tersebut kemudian dilepaskan kembali ke laut di perairan Jembatan 6 Barelang oleh Kepala Pangkalan Sarana Operasi Bea Cukai Batam, Dafit Kasianto, bersama sejumlah pejabat lainnya.
Penyelundupan ini dapat dikenai sanksi berdasarkan Pasal 102A Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda hingga 5 miliar rupiah. Selain itu, pelaku juga dapat dijerat dengan Pasal 88 jo Pasal 16 ayat 1 dan/atau Pasal 92 jo Pasal 26 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang telah diubah dengan UU Nomor 44 Tahun 2009, serta Pasal 87 jo Pasal 34 UU Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, yang mengancam hukuman penjara maksimal 6 tahun dan denda hingga 3 miliar rupiah.